jalan dan wisata · Serba Serbi

Jalan Pagi ke Gedung Sate

Aktivitas jalan pagi setidaknya sudah jadi kebiasaan saya terlebih dihari libur. Kebiasaan ini bermula semenjak pandemi, sih. Jadi waktu lagi ada di Bandung memang berencana melakukan kegiatan sama. Kepikiran berjalan ke arah Gedung Sate yang katanya jadi salah satu tempat olahraga di kota Bandung. Setelah lihat-lihat peta, ternyata berjarak kurang lebih 1,6KM dari tempat saya menginap. Pulang pergi berarti kurang lebih 3.2KM. Masih sangguplah, toh cuaca Bandung juga adem. Meskipun ujung-ujungnya berniat naik gojek kalo ngga sanggup lagi balik dengan berjalan kaki. Perjalanan pagi itu dimulai sekitar pukul 06:30 disaat tanah Bandung masih lembab dan dedaunan masih berembun sisa hujan semalam.

Ngerasain kemacetan parah dikunjungan akhir tahun lalu sempet bikin saya males jalan-jalan di dalam kota. Ternyata ngga semua ruas jalan mengalami hal yang sama. Terlebih pagi itu suasana sungguh berbeda. Udara yang luar biasa sejuk, segar dan jalanan lengang bikin smakin semangat jalan pagi. Diawali dari jalan Wastukencana lokasi dimana hotel tempat saya nginep menuju jalan Martadinata. Setidaknya begitu petunjuk peta. Meskipun ada beberapa alternatif rute menuju kesana. Saya pilih jalan ini karna saya yakin sanggup menempuh jaraknya dengan berjalan kaki. Melewati pasar bunga, sesekali langkah kaki didahului oleh rombongan pesepeda. Menyusuri trotoar yang sangat jarang sekali dihadang oleh pedagang kaki lima. Beda dengan kota tempat saya tinggal, trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki malah hampir seluruhnya sudah berubah fungsi.

Saya suka sekali dengan bola-bola batu yang diletakkan teratur di sepanjang sisian trotoar kota Bandung. Banyak juga kursi yang sengaja disediakan. Sebagian dijadikan tempat tidur tuna wisma. Pagi itu, selain pesepeda hanya ada pemulung, tukang sampah dan pedagang kecil yang mulai beraktivitas. Disetiap persimpangan selalu ada tugu yang berisi tulisan dengan bahasa Indonesia juga bahasa asing.

Berbelok ke kiri agak menanjak menuju Jl. Martadinata ketemu tugu lagi di pertigaannya. Jalanan di sebagian besar kota Bandung ini aspalnya hitam dan mulus-mulus. Apalagi setelah tersiram hujan jadi keliatan bersih dan mengkilat sekali. Trotoarnya juga ngga banyak yang pecah-pecah. Sepanjang jalan ini banyak sekali fashion outlet ternama yang cabangnya juga ada dikota saya. Rumah Sakit Ibu dan Anak dan beberapa gerai makanan kekinian. Di ujung jalan, mentoknya adalah sebuah Fashion Outlet yang cukup terkenal bernama 3Second sekaligus bersimpangan dengan jalan Banda tempat saya berbelok kiri menuju kesana. Dibanding Martadinata, jalan Banda jauh lebih enak untuk jalan kaki karna sepanjang jalan pepohonan rindang menaunginya. Sering juga berpapasan dengan sesama pejalan kaki.

Kupat tahu adalah salah satu makanan sarapan yang banyak saya jumpain sepanjang jalan pagi itu. Dasar memang saya ngga hobi kulineran dengan mencoba berbagai makanan meskipun khas, saya lewatkan saja mereka. Sampai di ujung jalan Banda, belok kiri sudah tiba di sebelah kawasan kantor Gubernur Jabar. Jalan sedikit kemudian belok kanan, kembali menyusuri trotoar yang agak unik. Beberapa “ubin” trotoar sengaja diukir motif batik dengan tulisan nama dearah asalnya. Beberapa langkah kemudian tibalah di Gedung Sate. Meskipun pelatarannya ditutup tapi tetep rame ibu-ibu pesepeda berhenti buat foto-foto.

Sebelum kesini saya ngga tau kalo Gedung Sate itu berada di dalam satu komplek Gubernuran. Saya pikir gedung ini seperti Kota Tua atau Lawang Sewu yang berdiri sendiri sebagai tujuan wisata. Oh ternyata tempat Pak RK berkantor. kurang puas sebenernya belum bisa masuk ke dalam.

Continue reading “Jalan Pagi ke Gedung Sate”
jalan dan wisata · Review

Gunung Tangkuban Perahu dari Moscato Hotel

Kunjungan ke-3 di Bandung kali ini, saya nyari lagi penginapan di daerah Lembang tapi yang belum terlalu jauh juga dari kota Bandung. Pertimbangannya ya biar deket aja kalo mau jalan sekitar Lembang sekaligus kalo pingin ke Bandung. Dan kalian tau? ternyata hotel tempat saya tidur kali ini hanya selemparan batu dari tempat wisata hits Bandung. Great Asia Afrika dan Farmhouse Lembang. Saya nyadarnya waktu makan disebuah warung bambu dan jembatan penyebrangan antara kedua objek wisata itu terlihat dari warung bambu. Ini beneran ngga sengaja dan bagi saya rejeki banget dapat hotel cantik dekat sama lokasi wisata.

Mengunjungi Bandung 2 kali dalam setahun bikin saya ngga kapok. Bagi saya, Bandung tuh menyenangkan. Bandung mampu bikin wisatawan jauh macam saya pingin balik dan balik terus kesana. Salim sama orang Bandung… 🙂

Sore itu selepas kunjungan dari Paris Van Java Mall yang super luas dan susah cari makanan lokal itu, padahal tujuan utama kesana mau makan siang, saya bergegas menuju hotel di daerah Lembang. Sebentar kemudian sampe pada sebuah bangunan yang ngga terlalu megah berlantai 4 dengan sebagian besar balkon depan tertutup pohonan hias merambat.

Memasuki pelataran, saya disambut sekuriti yang ramah nian mengarahkan tempat parkiran. Pelataran hotel itu sekaligus juga difungsikan sebagai tempat parkiran. Hotel yang ngga terlalu luas ini terlihat sangat sepi karena hanya ada 2 mobil terparkir di depan. Karna sempet trauma atas hotel sebelumnya, saya sempet pesimis juga. Tapi, hotel ini reviewnya bagus, sih.

Melangkah menuju lobi, saya mulai dapat kesan pertama. Lobi yang ngga terlalu luas namun bersih dan rapih. Hawa sejuk menyeruak keseluruh area lobi. Ruang resepsionis sangat kecil menyempil di sudut kanan. Sebuah meja bundar diletakkan tepat di tengah-tengah lorong terbuka menuju lobi. Sebuah botol hand sanitizer ada disana. Seorang petugas resepsionis perempuan muda menyapa saya dengan senyum ramahnya. Sejenak seluruh ruangan jadi terasa sepi hanya dengan 2 orang petugas. Pandemi sangat memberi dampak menyedihkan pada berbagai sektor. Saya yakin hotel ini salah satunya.

Lima menit kemudian, saya sudah pegang kartu akses dan langsung menuju lantai 2. Lift, lorong, lantai dan dinding hotel nampak bersih secara keseluruhan. Begitu pintu terbuka, wangi ruangan deluxe ini memanjakan hidung menandakan kamar ini baru saja dibersihkan. Lagi-lagi hawa sejuk langsung merasuk, padahal belum juga AC dinyalakan. Saya letakkan ransel disebelah TV tanpa menyentuh dan menengok apapun yang lain untuk kemudian membuka pintu yang mengarahkan ke balkon dan membuka gorden lebar-lebar. Senengnyaaa dapat kamar berbalkon dengan view perkebunan dan Gunung Tangkuban Perahu (GTP) di kejauhan. Sayang sekali lagi-lagi saya lupa foto bagian dalam kamar. Kebiasaan yang menyebalkan, hahaha

Saya sudahi aktifitas menatap kebun, untuk kemudian melaksanakan solat ashar. Memasuki toilet yang tersedia lengkap toiletrisnya bikin lega, ya. Yang paling penting ada shower cap dan gulungan tisu yang masih tebal. Selesai dengan aktifitas ibadah sore, saya kemudian buru-buru mencari swalayan demi sebuah popmi sebab selama pandemi hotel ini meniadakan sarapan dan menutup restoran. Selain memang popmi adalah makanan wajib tersedia di kamar untuk jaga-jaga saat perut lapar tengah malam. Menjelang magrib saya urung berwudhu karna tamu bulanan akhirnya datang, sayapun istirahat dengan merebahkan diri di kasur yang bersih, menyalakan TV kemudian tertidur sampe pagi.

Continue reading “Gunung Tangkuban Perahu dari Moscato Hotel”
jalan dan wisata · Serba Serbi

Pilihan lokasi Jalan Pagi

Seperti biasa, hari libur selalu kami awali dengan jalan pagi. Kalau sedang semangat, jalan paginya agak jauhan. Pukul 6:30 sudah bergerak biasanya ke daerah kampus USU (Universitas Sumatera Utara) juga pernah sekali ke daerah Medan Baru (sekitar Taman Beringin sampe Gubernuran dan komplek disekitarnya) pulang pergi sekitar 8KM. Pilihan lokasi untuk kami berjalan juga ngga sembarang tempat. Kami lebih senang berjalan di tempat-tempat sepi dan teduh, maksudnya ngga krodit dengan lalu lintas dan orang ramai. Biasanya kalo ngga ke USU ya cari komplek atau perumahan yang lengang. Kalau lagi malas, ke pajak aja (baca: pasar) sambil belanja yang biasanya pake motor diganti dengan berjalan kaki pulang pergi sekitar 3KM. Sambil bawa belanjaan, cukup lumayan berkeringat.


Sabtu itu, harinya ngga begitu cerah ngga juga mendung tapi juga sedikit anginnya. Jalan kaki yang agak kesiangan itu berencana menuju USU. Kalaupun ngga dapat izin masuk, ya lanjut kemana kaki melangkah. Pasca kasus covid meningkat akhir-akhir ini, orang-orang yang ngga berkepentingan sempat ngga diizinkan masuk kampus USU lagi.

Olahraga di USU

USU memang jadi salah satu tempat pavorit warga sekitar untuk melakukan beragam aktivitas. Paling  banyak ya olahraga baik itu sore ataupun pagi hari. Bersepeda, joging, jalan kaki, dan badminton adalah olahraga yang sering dilakukan disini. Selain olahraga, pemburu foto juga sering terlihat disini. Sore hari adalah momen terbaik bawa keluarga utamanya anak-anak melihat-lihat rusa sembari memberinya makan. Mahasiswa juga banyak belajar sambil duduk santai di bawah pohon-pohon rindang. Diterpa semilir angin biasanya tingkat konsentrasi akan bertambah tapi ngga sedikit juga yang malah ngantuk, haha. Kegiatan birdwatching juga bisa banget disini. Ah, lengkaplah. Itu sebelum covid melanda. 

baca juga: Taman Hewan Mini USU

baca juga : Birdwatching

Hijaunya kampus USU memang jadi pilihan tepat untuk kegiatan di luar rumah. Banyak pepohonan jadi sumber oksigen dan udara segar melimpah. Tanpa gangguan riuhnya kendaraan, suara klakson apalagi teriakan pengemudi yang mau cepat semua. Semakin tenang dengan suara kicau burung-burung liar. Luasnya area bikin banyak pilihan rute berjalan. Kami biasa suka cari rute jalan potong yang sama sekali belum pernah kami lewati. Meski pernah bertahun-tahun menimba ilmu disana, tapi belum semua sisi kampus dijelajahi. Semakin sepi semakin enak kegiatan olahraganya walau sedikit horor saat melewati pohon besar dengan akar menjuntai-juntai. 

Pemindahan lokasi Pajak USU (PAJUS) ke luar area kampus memberi dampak positif. Area kampus lebih teratur, bersih dan steril dari masyarakat luar yang tidak berkepentingan. Penutupan akses jalan potong juga demikian memberikan rasa aman dari pencurian motor yang sebelumnya marak terjadi. 

Ya, pintu doraemon. Begitu mahasiswa menyebutnya. Sebuah akses jalan kecil letaknya di sisi kiri belakang kampus USU. Jalan ini menghubungkan area kampus dengan perumahan di sebelahnya yang kebanyakan kos-kosan. Dulu, jalan ini dipakai sebagai jalan pintas orang orang untuk bisa masuk kampus. Pejalan kaki, sepeda, motor bahkan becak motor bisa  masuk melalui jalan ini. Kecuali roda 4. Macet udah pasti. Sekarang semua akses jalan pintas sudah diportal dengan alasan keamanan. Pejalan kaki sih masih bisa lewat di pinggir-pinggirnya. 

Continue reading “Pilihan lokasi Jalan Pagi”
jalan dan wisata

Sari Ater, Pemandian Alam Air Panas Jernih nan Memesona

Orang Medan kalau pingin mandi atau berendam air hangat, satu-satunya tujuan yang dekat dan populer adalah ke pemandian alam Lau Debuk-debuk yang berada di Tanah Karo. Tentunya ada alternatif lain ialah dengan masak air sendiri di rumah, haha. Sebagai pelengkap dikasih aromaterapi misal bunga-bunga dan garem supaya pegel-pegelnya hilang. Setidaknya begitu kata seorang kerabat saya dulu. Silahkan cari tau atau coba sendiri kebenarannya. 

Di Lau Debuk-debuk, banyak sekali pilihan kolam dengan penawaran spesial masing-masing. Maklum kolam-kolam itu dikelola secara pribadi. Persamaannya ya airnya berasal dari mata air yang sama. Jadi jangan heran kalo beda kolam beda tarif dan beda kutipan. Sejauh kunjungan saya kesana belum ada nemu kolam yang hangat tapi airnya jernih dan kesemuanya dibentuk kolam per kolam. Jadi agak berkurang kesan alaminya. Begitupun keberadaan kolam-kolam ini sangat membantu untuk kita yang pingin relaksasi dengan berendam di air belerang yang sumbernya langsung mengalir dari pegunungan. Dan tentu saja hasilnya memang bener-bener bisa bikin badan enteng dan seger. Cuma baunya aja yang kurang segar. Jam-jam pavorit adalah malam ke pagi. Jadi ngga heran kalo semakin malam akan semakin rame memenuhi kolam. 

Ngarep dibaca, dikomen dan dishare : Kolam Air Panas Pariban, Sidebuk-debuk

Pemandian Alam Air Hangat yang Jernih

Saya ngga pernah nyangka sebelumnya kalau ada sungai yang berair panas, jernih pula. Tapi itu beneran ada. Kebayang, dong serunya, nyamannya main air dan berendam di pemandian (sebut saja sungai) yang airnya hangat dan ngga bau. Selama ini kita mandi di sungai tuh biasanya ngga tahan karna mengigil kedinginan. Tapi kalo airnya hangat, rasanya ngga ada yang mau cepet udahan.

Beberapa waktu lalu, atas ajakan seorang kerabat, saya berkesempatan mengunjungi pemandian alam air hangat di daerah Subang, Jawa Barat. Dalam benak saya yang kebayang ya ngga jauh-jauh seperti kolam Lau Debuk-debuk. Deretan kolam dengan segala kutipannya dan airnya yang bau belerang dengan pemandangan kebun sayuran dan buah serta pedagang di sekitarnya. Lokasi pemandian ini dekat dengan TWA Gunung Tangkuban Perahu. Lewat sedikit aja nyampe, deh. Alamatnya Jl. Raya Ciater Subang, Desa Ciater, Kecamatan Jalan Cagak, Subang Jabar.

Ngarep dibaca dan dikomen apalagi dishare: Sebentar di Tangkuban Perahu

Setibanya di belokan, sempet dihadang seorang yang saya pikir adalah giliran kutipan pertama. Kenapa begitu, karna biasanya akan ada kutipan-kutipan berikutnya. Ternyata saya salah. Sibapak hanya berusaha menawarkan penginapan. Tentu saja saya menolak karna saya ngga niat nginep dan ngga niat berlama-lama juga. 

Meski udah jam 8, belum ada tanda-tanda gerbang dibuka. Sempet kepikiran apakah tutup karna pandemi, tapi kok disekitaran situ semakin rame berdatangan dan masuk melalui sebuah gerbang kecil. Selain itu beberapa orang bapak-bapak berseragam rapih dengan logo Pariwisata Indonesia juga berdatangan. Rupanya atas jawaban petugas, pemandian baru akan dibuka jam 8:30 dan mereka yang berdatangan tadi adalah karyawan pemandian dan petugas pengawas rutin dari Dinas. Menengok gapura yang besar dan seragam karyawannya saya jadi penasaran seperti apa penampakan di dalam dan se-profesional apa pengelolaan pemandian ini. 

Continue reading “Sari Ater, Pemandian Alam Air Panas Jernih nan Memesona”
jalan dan wisata · Serba Serbi

Floating Market Lembang

Membahas tentang Bandung rasanya memang kurang lengkap jika tidak menyebut Lembang. Dataran tinggi beriklim sejuk tempat berkumpulnya segala macem model wisata yang kalo akhir pekan bakalan rame dan maceeet parah. Begitu juga kunjungan saya saat itu. Kejebak macet sepanjang jalan kenangan bikin pinggang pegel. Untung pemandangannya hijau royo-royo, dengan udara sejuknya meskipun dibeberapa titik banyak gunungan sampah. Terutama di pinggiran jurang-jurang.

Selepas kunjungan dari Tangkuban Perahu, sempet mau mampir ke Orchid Cikole. Pas di depan loket tiket, mikir-mikir lagi mengingat waktu yang terbatas dan gerimis pula lagi rasanya kurang seru hujan-hujanan di hutan. Udah pernah soalnya. Saya putuskan ngga jadi masuk. Puter balik dan milih Floating Market jadi tempat singgah menghabiskan waktu sore. Saya, sih memang sudah lama penasaran sama kawasan wisata ini. Toh lokasinya deket sama hotel, sekalian jalan balik ke hotel.

Sebentar di Tangkuban Perahu

Keliling Sebagian Kawasan Floating Market

Salah satu tempat wisata keluarga di Bandung selain GTP dan Kawah Putih yang patut untuk dikunjungi adalah Floating Market, Lembang. Kawasan wisata buatan ini, HTM nya 30ribu (pada saat itu long weekend dan ada hari libur nasional). Ditiket sih ada tulisan bisa ditukar sama minuman, tapi ngga kepikiran buat nukerin. Begitu pegang tiket, saya langsung masuk dan nyari musolah mengingat waktu ashar udah hampir habis. Selepas solat ngeliat jam udah hampir jam 5 sore. Masih ada waktu sekitar 1 jam buat keliling-keliling lokasi. Yang penting udah pernah masuk dan tau seperti apa dalemnya, gitu aja deh…

Masuk dari sebelah mana gitu ya, pokoknya belok kanan langsung ketemu kebun bunga warna warni. Trus mandang ke bawah keliatan danau dan seluruh area wisata. Seru sekali kaya lagi ada di puncak gitu. Gatau deh, karna udah capek jadinya ngga sempet liat-liat peta atau keterangan lagi di wahana apa, gitu. Saya cuma numpang lewat karna takut lokasinya keburu tutup juga. Sambil lewat ya sesekali foto lah tetep, haha.

Trus jalan lagi sampe dapet lorong menuju hutan pinus mini yang mana di sebelah kanan atas adalah wahana flying fox. Keluar hutan pinus belok kiri baru deh ketemu floating marketnya. Dalam bayangan saya, transaksi di floating market itu dilakukan bener-bener di atas air kek pasar terapung di Kalimantan itu. Baik penjual maupun pembeli sama-sama dayung sampan gitu. Rupanya, hanya perahu yang ditambatkan dipinggir danau sebagai tempat lapak penjual. Sementara pengunjung tetap ada di daratan. Saya ngga ada beli apa-apa jadi ngga ada tukar koin.

Saya ngga kepikiran buat bertransaksi apa-apa disini. Lebih tepatnya ngga sempet, deng. Selain rame, juga kejar-kejaran sama waktu. Saya lanjutkan jalan sesuka hati mengikuti kaki melangkah. Bukan ngikuti tanda panah. Yang dicari adalah papan koin yang sering dijadiin latar foto. Ya apalagi kalo bukan ikutan poto, haha. Rela nunggu antrian, ya….

Continue reading “Floating Market Lembang”
jalan dan wisata · Serba Serbi

Sepanjang Braga dan Asia Afrika

Ntah kapan tepatnya saya punya keinginan untuk bisa mengunjungi Braga. Seperti halnya keinginan duduk menikmati suasana malam di Malioboro, Jogja atau bersepeda ria di Kota Tua, Jakarta. Braga, Kota Tua dan Malioboro, ketiga tempat yang akhirnya kaki saya meninggalkan jejaknya disana meskipun ngga sempat bersepeda ria. Mungkin akan ada Kota Tua part 2. Aamiin…

Menikmati Malam di Malioboro

Saya punya ketertarikan dengan ketiga tempat itu setelah melihatnya dari galeri foto di internet. Ketiganya punya kesamaan. Dari mulai Gedung-gedung tua yang cantik dan estetik juga keingintahuan tentang sejarah yang melatarbelakanginya. Saya memang suka dengan hal-hal yang kuno, unik dan bersejarah. Bermula dari hayalan berbagai kegiatan apa yang seru dilakukan saat disana. Berfoto atau sekedar duduk santai menikmati sore sambil makan tahu gejrot atau es krim.

Sejarah Batavia Ada di Kota Tua

Janji saya ketika berhayal, saya harus ke Braga bila ada kesempatan berkunjung ke Bandung. Tahun 2016 kunjungan pertama ke Bandung belum ada kesempatan, lebih tepatnya ngga kepikiran. Kunjungan kedua juga belum ada kesempatan karna lebih banyak berwisata didua lokasi primadona luar kota Bandung. Tangkuban Perahu dan Kawah Putih. Kali ketiga akhirnya ke Braga plus bonus naik Bandros. Alhamdulillaah…

Tangkuban Perahu ,Kawah Putih , Naik Bandros

Sekilas Tentang Braga

Dahulu hanya sebuah jalan kecil yang punya julukan jalan culik akibat dari jalan yang terlalu kecil, sunyi dan rawan. Berangsur-angsur ramai sejak para Belanda bikin semacam toko pakaian dan kedai kopi. Terbukti yaa, sampe sekarang dimana ada fashion outlet dan warung kopi ramailah tempatnya. Menyusul kemudian dibangun gedung swalayan pertama di kota Bandung bernama De Vries. Terus Gedung Concordia yang saat ini bernama Gedung Merdeka kemudian hotel Savoy Homann yang menjadi tempat menginap tamu peserta Konfrensi Asia Afrika. Braga perlahan-lahan mulai ramai dan menjadi jalan utama.

Mendengar penuturan guide Bandros waktu itu, asal usul penamaan Braga berasal dari bahasa Sunda Ngabaraga yang artinya bergaya atau mejeng. Braga waktu itu memang menjadi tempatnya anak nongkrong. Sampe sekarang, sih. Ruas jalan yang tak terlalu panjang itu, dulunya jadi tempat pertemuan sambil jalan-jalan dan belanja. Sebab kala itu di kota Bandung, Jalan Bragalah satu-satunya tempat shopping paling bergengsi.

Pada masa itu, Belanda yang fashionnya berkiblat pada Prancis sehingga apa sedang gandrung di kota Paris, mereka ikuti dan dibawa sampai Bandung. Dari sinilah muncul istilah Paris Van Java. Tetapi sejarawan Bandung bernama Haryoto Kunto bilang, julukan Paris Van Java bukan untuk menunjukkan keindahan seperti di Paris, melainkan lebih pada kecantikan dan kemolekan mojang-mojang Priangan, yang mirip dengan kecantikan wanita-wanita di Paris. Begitu juga dengan istilah Kota Kembang, bukan berarti di kota Bandung banyak bunga, melainkan banyaknya mojang-mojan geulis (gadis-gadis cantik) di kota Bandung yang diibaratkan kembang wangi dan indah. Terbukti, sih. Saya liat perempuan Bandung itu cantik, manis dan modis dan lemah lembut. MasyaAllah…

Menjelang Konferensi Asia-Afrika tahun 1955, bangunan-bangunan di jalan Braga dipercantik menjadikan jalan ini kembali hidup kembali dan meriah sampai sekarang.

Braga Sore Itu

Saya jadi tiba-tiba ingat apa yang bikin saya tertarik pada Braga selain mau lihat gedung-gedung tuanya. Adalah bola-bola batu yang diletakkan dihampir setiap sisi jalanan kota Bandung. Ya sama kayak Kota Tua juga punya bola-bola batu di pelatarannya. Ya ampun, sederhana sekali ya, hahaa. Maklum di kota saya Medan ngga ada bola-bola batu kekgitu. hikss. Selain itu saya tertarik pingin liat jalannya yang bisa hitam dan mengkilat (kalau difoto). Yang tadinya saya pikir itu paving blok yang sengaja dibikin warna hitam. Saya baru tau dari guide Bandros ternyata itu susunan dari batu endesit. Sejenis dengan batu pada candi-candi di Jogja. Wow, pantes eksotik…

Tapi, begitu nyampe batin saya berkata beda jauh dengan kondisi yang saya liat di foto dari internet, ya? Difoto ngga ada motor dan mobil terparkir tapi ini malah berjejer sesak. Di trotoar banyak tersedia mesin parkir tapi kenapa masih ada kang parkir? Lalu, bola-bola batunya jadi ketutupan, dong. Pada intinya mengurangi keestetikan jalan Braga. Menurut saya sih, gitu. Ngga tau apakah memang sedari dulu tempat parkiran memang disitu atau pas saya liat difoto momen lagi ngga ada kendaraan parkir? Coba disterilkan dari parkiran, kan lebih cantik, ya.

Waktu ke Kota Tua, yang langsung keinget adalah Malioboro dan Tugu Jogja. Nah waktu ke Braga, yang keinget adalah Malioboro dan Kota Tua. Ketiganya punya vibe yang sama. Saya juga bingung mau menyampaikannya. Pokoknya saat berada disana seperti terkenang akan sesuatu atau seseorang tapi ngga tau apa dan siapa. Mungkin karna saya orangnya perasa. Syukurnya yang dirasakan itu adalah vibe positip, tenang, damai yang bikin selalu rindu dan ingin kembali….

Continue reading “Sepanjang Braga dan Asia Afrika”
jalan dan wisata · Serba Serbi

Gerimis di Kawah Putih yang Romantis

Karna dimusim penghujan, kunjungan saya ke Kota Kembang pertama dimasa pandemi ini lebih banyak bekerja dari kamar dan sama sekali ngga keliling kota padahal sangat pingin ke Gedung Sate, Mesjid Raya, Alun-alun dan Braga. Kalo ada kerjaan lagi ke Bandung, saya harus sempetin keliling dalam kota. Tapi begitupun sudah saya perjuangin untuk bisa datang ke tempat-tempat yang bikin rindu seperti Tangkuban Perahu meskipun udah pernah kesana dan juga tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Karna saya sukanya yang alam-alam, saya rela berjauh-jauh ria sekaligus menerobos kemacetan demi bisa kesana, lagi-lagi meskipun harus kehujanan. Selain Tangkuban Perahu, Kawah Putih juga jadi destinasi primadona yang rasanya wajib dikunjungin bila sedang berada di Bandung. Kalo di Medan mungkin bisa diibaratkan antara Danau Toba dan Tanah Karo. Keduanya merupakan destinasi alami andalan di Sumut yang lokasinya beda arah. Begitu juga Tangkuban Perahu dan Kawah Putih. Satu di Kabupaten Bandung Barat satu lagi di Kabupaten Bandung Selatan. Jadi kalo mau maksimal, kunjungi keduanya dihari yang berbeda.

silahkan singgah: Tangkuban Perahu

Rute Menuju Kawah Putih

Alternatif menuju Kawah Putih

  1. Bila keluar dari pintu tol Kopo, langsung cari Jl. Raya Soreang menuju Ciwidey
  2. Dari kota Bandung, langsung cari Jl. Raya Soreang menuju Ciwidey

Rutenya sih sederhana, cuma ngelewatin dua jalan tersebut. Tapi karna jalannya itu panjang bisa bikin ragu, apalagi yang baru pertama kalinya. Ini bener ngga sih, bener ngga sih? sambil sering-sering cek gmap yang sinyalnya hilang timbul itu.

Saya berangkat selepas sarapan sekitar pukul 9 pagi. Libur panjang menyebabkan kemacetan di Kota Bandung sampe hampir sepanjang jalan menuju Ciwidey, lokasi si Kawah Putih. Jadi dari Bandung cari jalan menuju ke jalan terusan Soreang yang lumayan panjang sampe ketemu Ciwidey yang ditandai dengan mulai disambut udara sejuk dan pepohonan pinus di kanan dan kiri jalan. Sepanjang jalan Ciwidey ini, bakalan banyak kita lewati destinasi wisata buatan manusia yang sering wara-wiri di IG bertema wisata. Seperti Bumi Perkemahan Ranca Upas, Kebun stroberi, Green Hill Park, Bukit Jamur, Kebun teh Rancabali, Situ Patenggang, Hot Spring Cimanggu, Taman kelinci dan juga air terjun. Duh, pingin disinggahin semuanya. Berjarak sekitar 25Km, saya tiba setelah hampir 2 jam perjalanan sudah pakai kejebak macet dan berhenti lihat-lihat peta. “Wilujeng Sumping” yang bermakna selamat datang, itulah kalimat yang acap kali saya baca dihampir setiap tempat yang saya lewati. Bandung memang juara dalam berkreatifitas. Banyak alam yang disulap jadi tempat wisata menarik dan cantik. Baik di dalam kota maupun luar kota dan itu dengan cepat menjadi terkenal sampe seluruh nusantara.

HTM dan Fasilitas di Kawah Putih

Sampe di kawasan Kawah Putih, disambut gapura selamat datang kemudian sedikit belok ke kanan menuju loket pembelian tiket. Yang lalu seingat saya HTM masih 25ribu untuk tiket masuk, 25ribu untuk ongkos menuju puncak Kawah Putih, dan 10ribu untuk tiket terusan spot foto serta biaya parkir. Jadi boleh pake tiket terusan bole juga ngga. Kalo ngga pake, resikonya ya ngga bole masuk ke lokasi spot foto. Tapi kalo selisihnya cuma 10ribu ya bayar aja kali, ya. Jadi total per-orangnya 60ribu di luar tarif parkir. Karna mobil dan motor serta bus tarif parkirnya beda-beda. Tiket nggak sempet kefoto dan keburu lecek juga kena hujan.

Lengkapnya HTM terbaru saya pinjem dari situs travelspromo.com. Sepertinya harga ada kenaikan sedikit.

Tiket Masuk Terusan + Dermaga Ponton + Skywalk CantigiRp38.000
Wisatawan DomestikRp27.000
Wisatawan MancanegaraRp81.000
Angkutan WisataRp27.000
Jasa Lingkungan (Parkir R4 di Pusat Kawah)Rp162.000
Dermaga PontonRp10.000
Sunan IbuRp11.000
Sky Walk CantigiRp10.000
Charge Foto Pra WeddingRp500.000
Charge ShootingRp3.000.000
Tiket Parkir Kendaraan 
Tiket Parkir MotorRp6.000
Tiket Parkir MobilRp11.000
Tiket Parkir BusRp27.000
sumber: HTM Kawah Putih
Continue reading “Gerimis di Kawah Putih yang Romantis”
jalan dan wisata · Serba Serbi

Lewat Asia Afrika Naik Bandros

Waktu jalan-jalan di Kota Tua Jakarta beberapa tahun lalu, saya pingin sekali naik bus wisata yang bertingkat disana. Kebetulan salah satu titik keberangkatannya tepat di depan stasiun Jakarta Kota yang pas sebelahan dengan Kota Tua. Tapi waktu liat antriannya yang panjang beneeerr, dan waktu juga udah mepet, nyali jadi ciut. Ngga jadi, deh. Akhirnya mampir ke Mesjid Istiqlal dan Situ lembang

Mampir dong Kota Tua , Masjid Istiqlal, Situlembang

Kunjungan ke Bandung kali ini ngeliat bus wisata yang lebih lucu. Bentuknya sih mirip odong-odong. Odong-odong kalo di Medan identik dengan anak-anak dan musik dangdut yang meriah. Lain hal dengan odong-dongnya kota kembang. Karna dikemas sedemikian rupa, dilengkapi dengan city tour guide dan sound system yang bagus, jadinya odong-odong ini bernilai tinggi. Bus ini adalah bagian dari program Walikota kala itu yang memang terkenal dengan jiwa milenialnya, sebagian dari APBD dan sebagian lagi merupakan program CSR dari beberapa perusahaan dalam rangka membantu penggalakan wisata Jawa Barat khususnya kota Bandung. Kalo di Medan punya Mowiee yang ngga kalah oke.

Bandung City Tour on Bus disingkat Bandros adalah sebutan untuk bus wisata yang lucu ini. Bus petak yang bagian depan sekilas mirip Tayo ini punya sekitar 8 kursi besi masing-masing 4 di sisi kiri dan kanan serta 2 kursi di belakang (seperti kursi besi yang ada di kapal penyebrangan Parapat), Badan bus dan jendelanya sebagian besar dibiarkan terbuka dan dihias dengan ornamen serta lukisan-lukisan warna warni. Penamaan bus ini berawal dari sayembara kemudian dimenangkan oleh seorang pemuda sana. Bandros sendiri adalah sebutan untuk jajajan khas Jawa Barat yang bentuknya mirip kue pancung. Kreatif sekaligus mbandung sekali ya bikin namanya. Kalo di Medan anggap aja kita punya makanan khas Batak yang disebut ARSIK. Kalo disingkat jadi Armada Raun-Raun Asik. Cemana? Cocok? tapi kurang macho ya, hahhaahaaaa

petak mirip tayo. Bandung memenga juara

Awal-awal bus ini beroprasi, bentuknya nyaris mirip dengan bus wisata yang ada di London. Berwarna merah seperti warna sponsornya, tinggi dan bertingkat. Namun kecelakaan yang menimpa seorang mahasiswa yang jatuh kemudian meninggal membuat bus ini berhenti berkeliling. Selain keluhan lainnya adalah kabel-kabel listrik yang menjuntai-juntai berantakan dihampir sepanjang jalan kota Bandung suka nyangkutin kepala dan itu membahayakan sekali. Kemudian tampilan bus dimodif lebih sederhana dan lebih lucu.

Bandros

Jalan-jalan di atas bus ini dengan suasana udara Bandung yang sejuk serta angin sepoi-sepoi sebenernya bisa bikin kita ngantuk. Disinilah dibutuhkan peran Tour Guide yang aktif dan pintar membangun suasana. Menjelaskan segala sesuatu dengan detail dan lengkap sambil sesekali diselipin lucu-lucuan biasanya bisa bikin peserta tour jadi tertawa dan antusias mendengarkan bahkan ada yang tergelitik untuk bertanya lebih jauh.

Dengan tarif 20ribu per orang, kita udah bisa jalan-jalan keliling kota Bandung selama kurang lebih 45 menit. Bukan sebuah harga yang mahal apabila yang kita dapatkan adalah ilmu, sensasi dan kontribusi kita memajukan wisata kota. Beroprasi mulai pukul 8 pagi sampai pukul 4 sore.

Kru Bandros
Continue reading “Lewat Asia Afrika Naik Bandros”
jalan dan wisata · Serba Serbi

Sebentar di Tangkuban Perahu

Lembang, setelah diguyur hujan dari semalaman, paginya masih menyisakan gerimis dan meninggalkan angin yang teramat dingin menusuk tulang. Kalau ngga ingat waktu yang sayang terbuang, rasanya setelah subuh, masih ingin berleha-leha di atas kasur empuk dan bersembunyi dalam selimut tebal sambil memandangi bukit-bukit dengan perkebunan hijau dihias patung-patung berbentuk aneka buah dan kartun yang lucu sebagai wahana bermain anak. Dari jendela kaca kamar yang lebar di lantai 2, masih terlihat rintik hujan kecil-kecil di luar sana. Kalau di Tanah Jawa, jam 6 pagi udah seterang jam 7 pagi kalo di Medan. Selama pandemi, hampir seluruh hotel yang saya inapi menyediakan pelayanan sarapan yang diantar ke kamar. Dari beberapa hotel tersebut, Hotel Vipassana Lembang adalah satu-satunya hotel dengan sarapan terlengkap. Makanan beratnya, cemilan, buah-buahan, kopi, teh dan juice diantar ke kamar dan disusun rapi di atas meja. Hotel ini juga setiap kamarnya punya balkon. Untungnya ngga lama kemudian gerimisnya berangsur-angsur hilang bersamaan dengan keluarnya sinar matahari. Rasanya meriah sarapan di balkon sambil mandangin taman dan kolam ikan yang ada di bawah sembari berjemur dihangatnya sinar matahari yang muncul tapi masih malu-malu. Seru sekali bercengkrama dengan tamu lainnya yang mayoritas Tionghoa dan kebetulan jadi tetangga saya yang sama-sama sarapan di balkon. Meskipun ngga kenal, tapi mereka tetangga kanan kiri yang ramah-ramah. Jadi berasa tinggal di rusun, kan. haha.

vipassana hotel

Ngga mau buang-buang waktu, selepas makan saya beberes barang untuk segera check-out dan lanjut perjalanan ke Kota Bandung. Tapi sebelum itu saya mau singgah dulu ke kawasan wisata alam terpopuler yang jadi salah satu ikon dan tujuan utama orang-orang kalo ke Bandung. Rindu juga kesini lagi mumpung lokasinya masih ada di Lembang juga. Setelah proses check-out selesai, bergegas pergi mumpung hujan reda. Baru juga setengah perjalanan, eh, hujan lagi. Jadi keinget momen gagal ke Kaliurang, Jogya, 4 tahun silam karna dihadang hujan deras juga.

Gagal Ke Kaliurang 

Ngga bole ngumpat-ngumpat juga, sih ya dengan rahmat Allah. Hujan bagi sebagian orang itu petaka, tapi rezeki bagi sebagian yang lain. Karna datangnya memang dimusim hujan khas akhir tahun. Waktu itu saya prediksi jalanan bakalan sepi karna musim hujan ditambah situasi pandemi. Nyatanya ngga. Situasi bener-bener kayak ngga ada yang namanya corona. Hampir sepanjang jalan macet parah. Warung – warung pinggir jalan dan restoran semuanya rame. Di hotel juga kemarin siangnya saat menunggu waktu chek-in cuma ada beberapa orang tamu aja, malah saya pikir hotelnya “ngga laku”. Eh, malamnya tau-tau di lobi rame dan parkiran udah penuh. Pada kejebak macet rupanya.

Berbatasan dengan Kabupaten Subang sekitar 20KM dari kota Bandung tepatnya di Desa Cikole – Lembang terdapat sebuah gunung dengan ketinggian sekitar 2084 Mdpl. Gunung yang terkenal akan kisah legendarisnya itu adalah Gunung Tangkuban Perahu (GTP). Tempat wisata pertama yang saya kunjungi selama transit di Lembang.

GTP

Diruas jalan keluar dari Lembang, disuguhkan oleh pemandangan yang sedikit merusak mata dengan banyaknya sampah yang berserakan di tepi-tepi jurang. Harusnya bisa dihindari mengingat Lembang kawasan wisata populer. Sepertinya memang ada yang sengaja buang sampah disitu. Mentang-mentang di tepi jurang. Untungnya ngga begitu penampakan sepanjang jalan. Dan layaknya tempat wisata di pegunungan pada umumnya selalu ada penatapan tempat pengunjung istirahat sambil memandang dari puncak. Biasa menyediakan minuman dan makanan yang hangat-hangat seperti aneka mi, jagung bakar, dan sate. Disini terkenal dengan sajian sate kelinci dan kagetnya lagi ada beberapa warung menyediakan sate biawak! Untung saya ngga singgah apalagi makan disana.

Kurang lebih 2 jam perjalanan setelah melewati kemacetan karna diberlakukan juga jalur buka tutup akhirnya sampe juga. Normalnya sih sekitar 1 jam. Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu (TWA. Gunung Tangkuban Perahu) saat itu sedikit berbeda dengan kondisi pertama kali saya dan keluarga kesini sekitar 6 tahun lalu. Melewati loket tiket, selain untuk beli tiket tentunya, semua pengunjung dicek suhu badannya satu persatu. Infonya sih, kalau ada seorang aja dalam satu rombongan yang suhu badannya tinggi, maka semuanya ngga diijinin masuk. Selain itu, akses masuk ke puncak kawah diberlakukan jalur searah. Jadi ada semacam portal sebagai penutup. Pengunjung akan diarahkan ke pelataran outbound terlebih dahulu untuk bisa menuju ke kawah. Muter dikit, lah. Harus rajin bertanya atau jeli melihat tulisan petunjuk jalan bagi yang jarang-jarang kesini.

Caca Cahyo kecil (2014)
Continue reading “Sebentar di Tangkuban Perahu”
jalan dan wisata · Serba Serbi

Tips Sederhana Terbang Aman Dimasa Pandemi

Semua moda transportasi jadi berbeda situasinya dimasa pandemi ini. Dari mulai kapasitas penumpang yang dikurangin sampe ongkos yang dinaikin, hiks!

Bus yang biasa saya tumpangin kalo pulang kampung juga awalnya menerapkan anjuran untuk mengurangi 50 persen jumlah penumpang. Tapi itu berlangsung setengah jalan doang. Sekarang kursi penumpang udah kembali full tapi ongkos ngga dikurangin lagi. Menang banyaklah dia!

Ternyata naik pesawat juga demikian. Kursi tengah wajib kosong, alias “seat distancing”. Setidaknya begitu situasi terakhir saat saya menumpang pesawat citylink Medan – Bandung pulang pergi. Meskipun ada maskapai yang udah mulai “bandel” berdasarkan pengalaman pribadi temen saya, sih.

Mau naik mobil, bus, kereta api, kapal laut dan pesawat rasanya punya resiko yang sama besar terkait pandemi ini. Tapi kenapa aturannya dibikin berbeda, ya? Ada yang ngga pake syarat apapun, ada yang cuma rapid antibodi, ada yang harus antigen, bahkan PCR. Mana masa berlakunya berubah-ubah pula. Tapi ya begitulah, sebagai warga yang baik harus taat aturan.

Nah, setelah sekian lama hiatus naik pesawat pasca pulang merantau dari kota hujan, akhirnya saya kembali terbang sebulan menuju akhir tahun lalu dan masih dimasa pandemi. Tapi sebelumnya saya beberapa kali udah bolak balik ke bandara meskipun cuma antar jemput. Kalo ada yang nanya apa profesi saya? Ya, saya seorang… supir! wkwkwk.

mampir juga, dong

Setelah dibuka kembali beberapa bulan belakangan, Bandar udara Kualanamu Medan seakan kembali bernyawa. Tadinya diawal-awal pandemi, hotel, toko dan semua gerai makanan disana masih tutup. Lampu juga sebagian besar dimatiin. Yang biasanya riuh, terang dan berisik, mendadak jadi gelap dan ngga bersemangat. Bandara hanya diperuntukkan bagi petugas, penumpang, penjemput, dan para supir angkutan. Bahkan railink juga ikut ditutup. Itupun kita ngga boleh masuk area dalam bandara kecuali petugas dan penumpang.

Terbang Dimasa Pandemi

Pemeriksaan ketat yang mengakibatkan antrian panjang, bikin saya pagi itu berangkat lebih awal dari rumah. Bus ALS juga keliatannya membatasi armadanya sehingga butuh waktu lebih lama menunggu kedatangannya. Udah kayak lagu Bang Haji lah. Tapi karna itu armada paling ekonomis ya sabar aja menanti.

Di terminal keberangkatan, dokumen yang perlu disiapkan untuk bisa masuk adalah tiket dan KTP. Kesimpulannya, selain penumpang pesawat tidak diijinkan masuk ke dalam ruang bandara. Selebihnya prosedur ngga banyak berubah.

FYI: libur natal dan tahun baru 2020-2021, umum diijinkan masuk tanpa pemeriksaan sama sekali melalui terminal kedatangan. Seminggu berikutnya ijin masuk hanya boleh melalui terminal keberangkatan. Mungkin karna sudah ada lab untuk tes rapid juga disini. Hal ini juga menandakan aturan bisa saja berubah sewaktu-waktu.

Setelah melewati area pintu pemeriksaan (metal detector), langsung aja belok kiri menuju area validasi rapid tes (Airline Service Center). Jadi ada baiknya minimal sehari sebelum berangkat kita harus udah melakukan rapid tes terlebih dahulu. Ada beberapa daerah yang memperketat syarat masuk dengan menunjukkan Rapid Antigen bahkan PCR. Untungnya keberangkatan dan kepulangan saya hanya beberapa hari sebelum peraturan baru itu dirilis. Yang pasti ini dokumen yang wajib ada kalo mau naik pesawat dimasa pandemi dan hasilnya tentunya yang Non Reaktif, ya. Kalo hasilnya Reaktif, jangan dibawa ke bandara karna udah pasti ditolak. Lagian kalo hasilnya reaktif sebagai warga yang baik harus segera melapor dan jangan kemana-mana dulu sebelum hasil swab PCRnya keluar. Rapid tes yang tadinya berlaku hanya 3 hari, diperpanjang jadi 14 hari. Kemudian kembali dipersingkat jadi 3 x 24jam, malah ada yang 2 x 24 jam. Sampe tulisan ini tayang, masa berlaku yang terbaru belum berubah.

Airline Service Center (Area Validasi Rapid)

Selanjutnya ke area self check-in. Tapi kalo sudah cek-in online ya ngga perlu lagi cek-in ulang sih karna cukup tunjukin skrinshutnya ke petugas udah boleh masuk, kecuali memang mau cetak boarding pass. Yang boleh cek-in manual ke konter petugas hanya bagi pemilik banyak bagasi. Jadi kita yang cuma punya barang dikit, silakan lakukan cek-in mandiri di konter yang sudah disediakan. Yang mau kursinya deketan ya banyak-banyak berdoa karena bakalan random dapet nomor kursinya. Sukur-sukur kalo cek-innya barengan, kursinya bisa dapet yang deketan.

Cek-in mandiri

Abis itu prosedur tetep seperti biasa. Masuk ruang tunggu setelah melewati area screening lagi. Nah disini kayaknya peraturan setiap bandara berbeda-beda. Di KNO, sebelum masuk ruang bandara, petugas akan memeriksa tiket dan KTP. Sementara saat akan memasuki ruang tunggu, petugas hanya memeriksa boarding pass dan KTP. Selanjutnya pada saat akan naik ke kabin pesawat, petugas akan memeriksa boarding pass, KTP dan surat rapid yang harus sudah divalidasi petugas. Jadi jangan lupa rapidnya divalidasi dulu sebelum masuk ruang tunggu karna kemaren banyak yang kelupaan jadinya harus balik ke area validasi rapid sementara saat itu sudah harus boarding. Repot, kan.

Continue reading “Tips Sederhana Terbang Aman Dimasa Pandemi”
jalan dan wisata · Serba Serbi · Tips

Pasar Unik di Sungai Landak Bukit Lawang

Jangan berharap banyak bisa duduk santai di mobil menuju Sungai Landak. Akses kesini cuma bisa naik motor atau jalan kaki. Kalo ngga ada motor bisa naik ojek dengan tarif 15rb rupiah atau 20ribu kalo tarik tiga, haha. Ya, jalan menuju ke Sungai Landak itu searah dengan Goa Kampret. Dari goa kampret, sekitar 1KM lagi menuju Sungai Landak. Jadi bisa dibayangkan kaki udah gemetar karna abis susur goa, harus dilanjut jalan kaki ke Sungai Landak. Jadi ditotal 1KM goa + 6KM pulang pergi untuk rute hari itu. Belum seberapa ya, dibanding saudara kita di pedalaman yang belum punya akses mendukung. Eh alah ngga usah jauh-jauh lah, saya juga dulu sekolah jalan kaki kok jarak 3KM pulang pergi tiap hari. Makanya urusan jalan kaki atau melewati sungai dan kebun-kebun itu udah pernah saya lalui dimasa kecil.

Baca juga : Goa Kampret

Bayangan mandi di sungai, makan di atas aliran air yang jernih seperti yang kami tonton di yutub malam harinya di penginapan, bikin kaki semangat melangkah meskipun matahari tepat di atas kepala. Walau masih harus melewati perkebunan serta debu-debu terbang dari motor yang lalu lalang baik motor pengunjung maupun motor ojek.

Ada sebuah rumah cantik dengan sedikit nuansa Bali di atas pekarangan luas yang pasti dilewati sebelum memasuki kawasan Sungai Landak. Belakangan saya tau dari tukang ojek ternyata itu rumah dan sekaligus panti asuhan bagi anak-anak korban banjir bandang silam. Katanya rumah ini milik warga Jerman yang menikah dengan penduduk lokal. Sayangnya lokasi ini ngga dibuka untuk umum. Mau permisi juga ngga ada keliatan orangnya.

jalan dan wisata · Tips

Susur Goa Kampret di Bukit Lawang

Ini pengalaman pertama saya caving alias susur goa. Tadinya saya pikir ini sekedar goa kecil pendek yang di dalamnya terdapat beberapa benda-benda peninggalan. Karena dulu sebelum banjir bandang menerjang Bukit Lawang, saya pernah masuk goa yang di dalamnya ada sebuah benda berupa alat musik yang mirip biola berukuran besar. Tapi keknya itu bukan goa tapi cerukan biasa kali, ya, haha. Jadi selain jungle trekking dan tubing, caving atau susur goa merupakan aktifitas utama yang bisa dilakukan bila berkunjung ke Bukit Lawang.

Baca juga : Bukit Lawang

Goa Kampret

Apa pasal dinamakan Goa Kampret? Sederhana saja, karna di dalam goa ini dihuni oleh ribuan kelelawar kecil. Di Sumut, Kelelawar punya nama lain yaitu Kalong dan juga Kampret. Jadi terserah saja mau sebut Goa ini sebagai Goa Kelelawar, Goa Kalong tapi lebih sering dan lebih mantap menyebutnya dengan Goa Kampret. Tapi nyebut kampretnya jangan pas lagi kesel, ya, hehe.

Ada yang bilang goa kampret ini milik pribadi, tapi ada juga yang bilang milik pemerintah karna letaknya di Taman Hutan Gunung Leuser. Kabarnya juga goa ini dijadikan sebagai tempat tinggal warga jama dahulu, hal ini bisa terlihat dari pemisahan ruang-ruang dalam goa.

Untuk yang pertama kali masuk goa, harus dengan bantuan seorang pemandu. Jangan asal masuk kalo belum tau persis kondisi medan. Kami aja pulangnya sempet nyasar, kok. Ngga nyasar sih, cuma abang pemandunya lupa belokannya kiri apa kanan. Tapi sempet masuk ke kanan, padahal harusnya ke kiri. Udah gitu kondisi di dalam itu gelap, jadi bener-bener ngga bole sembarangan masuk kalau belum pernah.

Menengok ke Dalam Goa Kampret

Pagi itu, setelah sarapan dan sesuai janji kami beranjak dari penginapan menuju lokasi Goa Kampret. Matahari belum begitu meninggi saat kami memulai menapaki kebun demi kebun milik warga. Dari Ecolodge, kami kemudian menyebrangi jembatan gantung yang hanya bisa dilewati maksimal 8 orang. Momen ini ngga bisa dihindari karna memang akses utama menuju goa. Bukan apa-apa, bahkan setelah berhasil melewati jembatan yang bergoyang-goyanG itu, keliyengannya ngga ilang-ilang sampe lama. Kan rasanya ngga enak.

Berjarak sekitar 2 KM dari Ecolodge, sepanjang jalan kami berkutat dengan hutan serta perkebunan karet dan sawit disisi kanan dan kiri jalan setapak sampe akhirnya memasuki kawasan hutan dimana Goa Kampret berdiam. Ini bukan pertama kalinya saya ikut kegiatan jelajah hutan. Sebelumnya beberapa tahun lalu kantor saya rajin ngadain hash atau jelajah hutan yang selalu dilakukan dikawasan hutan Sibolangit. Hash lazimnya dimulai dari jam 7 pagi dan selesai sekitar jam 9nan. Mau trek yang mudah hanya telusur pinggiran hutan sampe trek yang sulit. Mendaki, menurun sampe nyebrang-nyebrang sungai bisa aja tinggal request sama pemandunya. Dan trek di Sibolangit masih jauh lebih ekstrim dibanding trek menuju goa kampret.

Baca juga : Hash

jalan dan wisata · Tips

Imlek Ceria di Bukit Lawang

Setelah melewati berbagai pertarungan serta perdebatan tiada henti. Dari mulai nyari penginapan, transportasi dan lain-lainnya terlebih nyaris batal karna satu dan lain hal yang bikin mood jelek seharian, pada akhirnya H-1 rencana terlaksana juga meskipun personil harus berkurang banyak.

Pukul 8 malam kami mulai bergerak dari Medan menuju Bukit Lawang, dimana tempat akhir pekan akan kami habiskan. Segala macem perlengkapan juga tak luput dibawa serta. Ngalah-ngalahin orang kempinglah pokoknya. Panggangan, ikan, ayam, jagung, berbagai cemilan bahkan rujak serta bumbunya juga telah siap sedia. Tak lupa pula majigcom, pemanas air serta 2 galon air ikut diboyong.

3 Jam perjalanan terlewati tanpa ada halangan yang berarti. Ngga ada macet panjang khas weekend, ngga ada nyasar-nyasar serta ngga ada drama aneh-aneh, termasuk jalan juga mulus meski beberapa titik ada bolong-bolongnya. Ditempuh dengan perjalanan santai, akhirnya pukul 11 malam tiba di penginapan dengan selamat aman sentosa. Alhamdulillah liburan di depan mata…

Sampai di penginapan, letakkan barang-barang di kamar kemudian duduk-duduk sebentar di restoran sementara para lelaki mempersiapkan bara api untuk ikan-ikan dan ayam dipanggang segera.

Ngga ada kegiatan lain selain makan-makan,nyanyi dan bercanda karna memang hari udah kelewat malam dan lelah melanda. Sementara besok pagi mau menyusuri goa dan main air di Sungai Landak.

jalan dan wisata · lovely kids...and famz

Main Sore-sore di Taman Hewan Mini USU

Ya, Universitas Sumatera Utara punya taman hewan mini dengan dominasi hewan rusa di dalamnya. Klo di Bogor ada Istana Bogor tempatnya. Kalo di Medan, ya di USU. Ntah sejak kapan saya ngga main ke kampus ini. Terakhir tahun kapan ya, lebaran haji 4 atau 5 tahun lalu kayanya, dimana semua mesjid kota Medan penuh dengan hewan qurban jadinya kami melipir ke USU cuma mau numpang solat Ashar. Ya, itung-itung nostalgia, saya ajak temen ke musolah almamater saya di Fakultas Seni Budaya yang jaman saya namanya Fakultas Sastra. Yang pasti banyak sekali perubahan. Gedung maupun lingkungannya semakin rapih dan cantik. Kampus USU ini letaknya di Jl. Dr. Mansyur, Medan.

Baca juga: Rindu Bogor

Akhir Desember 2019 giliran anak-anak yang saya ajakin jalan-jalan sore ke USU.

“Mau liat kampus mama, ga?”

Ngga ada yang jawab..

“Mau jajan bakso bakar sambil ngasi makan rusa, ga?”

Baru pada jawab… “Mauuuuu!”

Yang kayak di Bogor ya, ma? Nanti ketemu Oma ngga, ma? tanya Cahyo.

Udahlaah ikut aja…

Baca juga: Bogor

Continue reading “Main Sore-sore di Taman Hewan Mini USU”
jalan dan wisata · Kuliner · Serba Serbi

3 Makanan Khas Sumut yang Dimasak Menggunakan Bambu

Sumatera Utara (Sumatera Utara) dengan ibukota Medan sungguh surga dunia bagi traveller sejati. Karna selain alamnya yang indah dan memesona, Sumut punya warisan budaya yang sayang untuk dilewatkan.

Berwisata menikmati panorama alam sekaligus menggali ilmu dan pengetahuan baru tentang sejarah dan budaya suku setempat merupakan satu paket yang tak bisa dipisahkan. Tapi, ada satu hal yang semakin menyempurnakan perjalanan ke Sumut. Apalagi kalau bukan kulinernya. Jadi banyak hal yang bikin traveller rindu ingin kembali mengunjungi Sumatera Utara.

Medan sebagai gerbang masuk Sumut, merupakan kota transit apabila treveller ingin berkunjung ke daerah-daerah disepanjang Provinisi ini. Sebagai kota terbesar ke-3 di Indonesia, Medan merupakan titik kumpul berbagai suku yang ada di Sumatera Utara bahkan dari Provinsi dan negara lain. Maka tak heran, kuliner apapun yang mewakili berbagai suku bisa kita temukan disini termasuk para artis yang membuka usaha kulinernya di Kota Medan.

Continue reading “3 Makanan Khas Sumut yang Dimasak Menggunakan Bambu”

jalan dan wisata · Serba Serbi

Jalan-jalan di Sentul City

Tiba-tiba keinget Bogor

waktu itu dua hari pokoknya keliling Sentul, deh. Hari pertama ikut pengajian sekalan jalan-jalan di sekitaran Mesjid Azzikra milik Alm. Ust. Arifin Ilham. Hari kedua cari ruko.

Waktu diajak Oma ke Sentul, yang dominan tergambar dalam pikiran saya ya sirkuit tempat balapan. Tapi itu ngga sepenuhnya salah karena memang lokasi ruko yang jadi inceran oma letaknya tepat disebelah kawasan Sircuit Sentul. Jadi walaupun ngga masuk ke dalamnya tapi suara raungan kendaraan balap jelas terdengar.  Waktu itu ngajak oma masuk tapi katanya lain waktu aja ngga keburu.

Mengikuti Oma mencari lokasi usaha sampe ke Sentul itu bagaikan makan kelapa kemudian dapet kentosnya. Setidaknya begitu perasaan saya sebagai orang asli Medan. Kerja sekaligus jalan-jalan itu bagian dari impian saya, haha. Oma tau aja :). 

Saya juga baru tau kalo Sentul itu merupakan nama sebuah daerah di BogorJawa Barat. Tadinya saya pikir nama sirkuitnya itu sendiri. 

Continue reading “Jalan-jalan di Sentul City”
jalan dan wisata · Serba Serbi

5 Wisata Edukasi Paling Populer di Kota Medan

Medan mana ada habisnya. Ibukota Sumatera Utara dengan banyak predikat seperti kota terbesar ke-3 di Indonesia, kota majemuk dengan beragam suku dan agama, kota yang rukun tanpa ada isu SARA yang gimana-gimanaa gitu, kota dengan seribu angkot, seribu lobang, eh apa??  iya, dengan predikat kota besar, Medan masih punya banyak menyimpan masalah besar di jalan-jalan kota yang berlubang. Kota dengan banyak aksi begal :(. Dua terakhir masih jadi pe-er untuk Pemerintah dan Kepolisian Medan.

Semua itu ngga bikin geliat wisata di Medan jadi mati. Ya, nggalah. Kulinernya aja coba liat, disetiap sudut kota bermunculan kafe atau sekedar warung sederhana yang menyediakan hidangan beragam. Yang modern, western, kuliner asia aja ada apalagi yang jadi ciri khasnya. Ngga usah takut lapar kalo lagi di Medan. Dari yang murah sampe yang mahal punya, dari yang enak sampe enak banget juga ada!

Tapi kali ini saya ngga mau bahas soal kulinernya Medan, melainkan wisata edukasi yang bukan sekedar bisa menambah pengetahuan tapi juga ramah anak-anak yang ada di kota Medan. Ngga ada perjalanan yang ngga menghasilkan pengalaman, bukan? Sekalipun perjalanan penuh drama, tetep aja itu sebuah pengalaman.

Jadi, apa aja sih wisata edukasi yang bisa didatengin di Medan? Banyak sekali tentunya. Tapi mari kita rangkum aja yang paling populer ya. Yuk mari…

Continue reading “5 Wisata Edukasi Paling Populer di Kota Medan”

jalan dan wisata · Serba Serbi

Melihat Buaya Lebih Dekat di Penangkaran Asam Kumbang

Siapa sangka di satu lokasi di kota Medan, ada ribuan buaya yang hidup di tengah-tengah pemukiman. Adalah Kelurahan Asam Kumbang, tepatnya di Jalan Bunga Raya, Medan.

Berawal dari hobi dan kecintaannya pada reptil, peliharaan Tuan Lo Than Muk yang semula hanya beberapa ekor saja, kini sudah berkembang biak jadi 2ribuan ekor. Pengangkaran yang berdiri sejak tahun 1959 ini, kini bahkan jadi yang terbesar di Indonesia bahkan se-Asia Tenggara.

Di kediaman pribadinya seluas 2 HA, dibuat bak-bak yang berisi beberapa buaya sesuai dengan usianya masing-masing. Ada yang baru menetas ada juga yang tertua dengan usia 46 tahun. Yang paling menarik perhatian adalah buaya buntung. Disebut buntung karna tanpa ekor.

Continue reading “Melihat Buaya Lebih Dekat di Penangkaran Asam Kumbang”
jalan dan wisata

Serdang Bedagai Rasa Bali

Medan sebagai ibukota Sumatera Utara dikenal sebagai kota yang mejemuk sekaligus kota industri yang padat dan sibuk. Mendapat predikat sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Medan memang menyediakan banyak hal untuk bisa “dinikmati”. Dari segala sisi mata angin, Medan sangat strategis sebagai kota transit apabila ingin melanjutkan perjalanan ke kota-kota lainnya di Sumatera Utara.

Danau Toba

Selain Danau Toba sebagai wisata andalan, Sumut juga punya banyak pantai nan indah. Salah satunya dimiliki oleh Kabupaten yang berjarak sekitar 1 jam dari Kota Medan, bernama Kabupaten Serdang Bedagai. Sebagai kota yang berbatasan dengan Selat Malaka di sisi Utara, mereka memiliki potensi wisata air yang menjanjikan. Selain Pulau Berhala yang tersohor itu, pantai lain juga tak kalah indahnya. Banyak sekali lokasi yang masing-masing menawarkan aneka wisata yang menarik dan unik. Sebut saja Pantai Cermin baik thempark atau pantainya, Pantai Gudang Garam, Pantai Sri Mersing, Pantai Klang, Pantai Cemara Kembar, Romance Bay, Pantai Sialang Buah dan banyak lagi yang lainnya. Seluruhnya berada disatu garis pantai yang sama.

img_20190412_102745-116707226.jpg
Ini tahun kapan aku ngajak ke pantai di okein. Kirain mau dibawa ke Cemara kembar, rupanya ke pantai cermin yang tak bernama… 🙂

Salah satu yang sedang hits saat ini adalah Pantai Bali Lestari.

img-20190404-wa00502136674277.jpg
“pinggir pantai”

img20190403120438-944199069.jpg
Gapura Bali Lestari

Continue reading “Serdang Bedagai Rasa Bali”

jalan dan wisata · Serba Serbi

One Day Touring Tanah Karo

Simpang Selayang tepatnya di swalayan bahagia, menjadi tempat titik kumpul kami pagi itu. Waktu Indonesia bagian kami memang ngga afdol rasanya kalo ngga molor. Janji berangkat jam 7 pagi pada kenyataannya baru jalan jam 8.30. Tapi ini perjalanan luar biasa karna tanpa rencana yang matang, tau-tau yang ikut rame juga. Padahal jam 7 waktu ditelpon masi ada yang tega bobok-bobok cantik. Sungguh terlalu!

Diawali dengan Bismillah dan cuaca cerah, secara beriringan sebanyak 9 motor kami bertolak menuju Berastagi. Sempat pesimis saat bertemu kemacetan pertama dearah Laucih sampe Pancur Batu. Dalam hati ya ampuuun libur kejepit sehari aja kok ya pada mau liburan juga. Tapi Alhamdulillah setelahnya lancar jaya. Eh ngga ding, ada kemacetan lainnya di beberapa titik. Penyebabnya karna ketidaksabaran beberapa pengendara yang nyerobot jalur ditambah jalan yang aduhaai bolong-bolongnya. Jadi jalannya juga musti selow sungguh selow tetap selow… santaiiii santaiiii jodoh tak kan kemana…

Continue reading “One Day Touring Tanah Karo”